ALIANSI JIWABARA

Representasi hilangnya muruah BEM UPNVJ dalam melaksanakan peran fungsional sebagai lembaga eksekutif bagi mahasiswa di dalam kampus

Naufalrais
3 min readJun 23, 2020

Permasalahan pembayaran biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) dalam lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menjadi perbincangan hangat di setiap kalangan mahasiswa UPNVJ. Perbincangan tersebut meliputi keinginan mahasiswa terhadap mekanisme pembayaran UKT yang seharusnya turun serentak terhadap seluruh mahasiswa UPNVJ dikarenakan dampak wabah COVID-19 yang menyeluruh serta menyerang seluruh sektor ekonomi. Sehingga pada akhirnya Badan Eksekutif Mahasiswa UPNVJ (BEM UPNVJ) melakukan beberapa audiensi mulai dari yang tertutup sampai pada akhirnya dilakukan audiensi terbuka tanggal 23 Juni 2020. Audiensi terbuka tersebut ditayangkan secara live dalam kanal YouTube BEM UPNVJ dengan mengundang jajaran rektorat mulai dari para wakil rektor sampai kepala-kepala biro terkait.

Namun sebelum audiensi terbuka tersebut dilaksanakan, muncul sebuah aliansi yang menamai dirinya dengan “Aliansi Jiwabara” yang mengklaim bahwasannya Aliansi tersebut merupakan representasi dari para mahasiswa UPNVJ, yang berasal dari akar rumput lalu berhimpun atas dasar perjuangan yang sama yaitu memperjuangkan penurunan UKT sampai akhirnya terbentuklah Aliansi tersebut. Aliansi Jiwabara apabila kita melihat dari kacamata yang luas merupakan sebuah anti tesis dari BEM UPNVJ. Mereka menginginkan suatu pergerakan yang lebih bukan hanya sekedar audiensi tanpa pergerakan, tanpa massa aksi, dan tanpa hasil (yang selalu dilakukan oleh BEM UPNVJ).

Seperti yang sudah diperkirakan, respon terhadap para anggota BEM UPNVJ apabila gagal dalam mempertahankan argumen serta gagal memperjuangkan hak mahasiswa dalam audiensi terbuka pasti akan langsung di respon negatif oleh para mahasiswa. Benar saja, jalannya audiensi tidak seperti yang diharapkan. Dimana pada akhirnya respon negatif pun berdatangan, tak lupa para simpatisan dari Aliansi Jiwabara juga melontarkan respon negatif serta ajakan kepada seluruh mahasiswa untuk berhimpun bersama-sama memperjuangkan permasalahan UKT dan lain-lain. Kita tak dapat pungkiri dalam audiensi terbuka BEM UPNVJ kalah telak dan dihantam kanan kiri, terhantam oleh rektorat yang terkesan “mahasiswa jangan urusi urusan administrasi kampus” bahkan salah satu anggota BEM UPNVJ pada saat mencoba bertanya dan membuat argumen, langsung di “cut” dengan nada tinggi dan membentak. Hantaman yang sudah telak tersebut, bertambah telak ketika respon anggota yang terbentak tersebut diam, lalu muncul lah respon negatif di kolom komentar perihal tidak adanya tendensi dari BEM UPNVJ dalam memperjuangkan hak para mahasiswa banyak. Pukulan yang bertubi-tubi tersebut tentu semakin membuat BEM UPNVJ semakin terpuruk terlebih dengan sumber dayanya yang “pas-pasan”.

Apabila kita berkaca pada sejarah, gejala pergerakan seperti ini sempat terjadi di masa-masa keemasan Syarikat Islam (SI). Dimana pada masa kepemimpinan HOS Tjokroaminoto gaya kepemimpinan serta cara mencapai suatu tujuan organisasi dengan melakukan cara-cara yang moderat, namun banyak kalangan di dalam SI terutama yang sudah terpengaruh oleh komunisme yang dibawa oleh Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) menginginkan suatu perjuangan dengan cara melakukan pergerakan massa aksi. Perbedaan gaya tersebut pada akhirnya melahirkan perpecahan dualisme dalam SI menjadi SI Putih pimpinan HOS Tjokroaminoto dan SI Merah yaitu para anggota SI yang berpaham Komunis. Sampai pada akhirnya masing-masing kubu melahirkan sebuah partai politik dimana SI Putih menjadi Masyumi dan SI Merah menjadi PKI.

Bila kita implementasikan pada kondisi politik dalam kampus UPNVJ, tepat rasanya menggambarkan keadaan yang ada di dalam politik kampus UPNVJ dengan keadaan SI pada masa-masa menuju dualismenya. Seharusnya BEM UPNVJ dapat lebih membumi, mengikuti apa yang masyarakat inginkan, dengan mencoba terjun langsung lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan sebagainya. Karena kita tahu mahasiswa setidaknya ingin bersuara dan suaranya terdengar, bukan hanya sekedar diinstruksikan untuk mengisi kuisioner. Terlebih dengan kultur mahasiswa yang sangat progresif serta revolusioner di Indonesia, seharusnya BEM UPNVJ mengerti apa yang diinginkan oleh para mahasiswa, yaitu TENDENSI YANG KUAT UNTUK MEMPERJUANGKAN HAK PARA MAHASISWA! Janganlah terlalu memegang ego harus bersikap moderat di tengah situasi yang tak dapat di kompromi.

Serta pelajaran bagi kita adalah jangan sampai kampus layaknya SI yang tersusupi beberapa orang yang akan merusak serta memecah belah, seperti SI yang tersusupi oleh ISDV, menjadi kubu SI Merah. Aliansi Jiwabara haruslah menjadi sebuah Aliansi yang membawa suara mahasiswa banyak, tanpa adanya kepentingan satu dua orang serta tidak adanya penunggang gelap dibalik Aliansi ini, melainkan tujuan utamanya tidak lain dan tidak bukan yaitu menjadi perkumpulan/aliansi mahasiswa yang memekik dengan keras dan berteriak dengan lantang untuk memperjuangkan hak para mahasiswa.

--

--